29.10.04

Maafkan (II)

Tau ga sih, seandainya saya dapat memutar balik waktu, ingin sekali mengulangi masa-masa dulu. Ingin sekali saya mengulangi masa kanak-kanak saya, SD, SMP, SMU, TPB, bahkan hari kemarin... karena banyak sekali orang-orang yang telah saya sakiti, terlebih orang yang amat saya cintai. Banyak sekali peluang-peluang untuk menjalin persahabatan, yang telah tersiakan...

Banyak yang bilang saya orang yang cuek, introvert... akibatnya sering sekali orang merasa sakit hati akibat omongan saya, atau tindakan saya, walaupun saya sama sekali tidak bermaksud untuk itu. Mungkin ada aja orang-orang yang ingin mengenal saya lebih dekat, tetapi menarik kembali keinginannya, karena melihat 'bungkus luar' saya yang tampak 'sadis'...

Akhirnya, karena waktu memang tak dapat kembali, saya hanya dapat memohonkan maaf, kepada orang-orang yang telah tersakiti...

Bundo, jangan menangis lagi...
Ayah, makasih banget!
Eman, makasih, dan maaf karena Ano ngga pernah bisa manggil 'Uda' :P

Untuk sahabat-sahabat, Hijrah, Frans, Arif, Doddy, Tobing, Nanang, Dani... makasih atas kesabarannya bersahabat denganku...
buat Mita, maaf banget udah buat kamu bete abis, dan makasih atas persahabatan yang hangat, dan segalanya...
buat my longlost friends, Fahmi, Lisa, Ima, Lucy... makasih karena masih inget gw :)


22.10.04

The Lost Virtue

Sedikit banyak, sadar tak sadar, pola pikir materialisme memang telah merasuk secara sistematis ke kepala kebanyakan orang Indonesia. O oh, what's wrong with my country?? Saya teringat dengan sebuah perbincangan singkat dengan seorang dosen IPB dalam shuttlebus yang tengah melaju di Johor Bahru, Malaysia. Ia mengeluhkan, bahwa bangsa kita, baik itu pemerintah maupun rakyatnya, telah kehilangan apa yang disebut dengan virtue, nilai kebajikan. Pemerintah yang seharusnya melayani rakyatnya, berbuat sesuka hati, mengkorup uang rakyat, menelantarkan kesejahteraan dan pendidikan. Akibatnya, rakyat pun juga berbuat seenaknya. Tidak mematuhi peraturan, vandalism, perampasan hak, dan pelbagai penyakit lainnya. Pantaslah kalau bangsa kita dijuluki the sick nation, bangsa yang sakit! Ketika mesin penjual minuman kaleng pada sebuah kampus di Malaysia tersambar petir, sehingga kaleng-kaleng minuman berhamburan keluar, tak satupun mahasiswa Malaysia yang mengambil kaleng-kaleng itu. Namun apa yang terjadi? Bagaikan semut, para mahasiswa Indonesia dengan cueknya memunguti kaleng-kaleng itu. Ketika jalanan macet, dengan tenangnya para pengendara motor melintasi pedestrian, dan karena telah terbiasa, para pejalan kaki juga tak ada yang protes. Perampasan hak terjadi dimana-mana, dilakukan oleh siapa saja, menimpa siapa saja, dan uniknya, tanpa disadari!

Dalam hal ini, adalah wara', salah satu nilai kebajikan yang telah terlupakan. Seorang sufi, Muhammad 'Abdul 'Azis Al Mahdiwiyyu, mengatakan bahwa insan yang wara' hanya akan mengambil apa yang diperuntukkan kepada mereka, tidak cenderung dan tamak apa yang ada di tangan makhluk lain. Yang menggembirakan, sifat ini mulai dihidupkan kembali oleh Ketua MPR kita yang menolak sedan mewah Volvo seharga nyaris satu milyar sebagai kendaraan dinas. Padahal secara legal formal, hal ini bukan masalah, karena telah tercakup dalam APBN yang telah disetujui para wakil rakyat. Juga sebelumnya, beberapa gelintir wakil rakyat di daerah yang menolak apa yang disebut dengan uang balas budi, kadeudeuh, fasilitas-fasilitas mewah dari pemerintah, yang boleh jadi menurut hukum yang berlaku, itu bukanlah masalah.

Sebenarnya tidak perlu jauh-jauh memberi contoh, karena ternyata saya baru mengetahui bahwa ibu saya sendiri adalah seorang wara'. Pada awal 90-an, ibu adalah seorang wanita karir yang bekerja di sebuah perusahaan multinasional di Jakarta. Posisinya pun sudah lumayan, setara dengan level manajer. Secara kasat mata, beliau sangat jauh dari kesan sufi atau orang alim. Beliau belum berhijab, tidak pernah mengecap sekolah agama (apalagi mentoring), bergaul dengan para yuppies yang gemar pesta, dan sebagai karyawati, sering meninggalkan suami dan anak-anaknya untuk bekerja. Suatu hari, beliau kaget melihat rekening tabungannya yang membengkak hingga 500 juta rupiah (pada saat itu, jumlah sebanyak ini dapat membeli 4-5 buah baby benz). Alih-alih bergembira, beliau malah mendatangi bank tersebut, yang juga satu holding company dengan perusahaan tempatnya bekerja. Ia telah menduga telah terjadi kesalahan transfer antar rekening, dan ternyata benar. Maka ibu pun memarahi pihak bank itu. Bagaimana tidak marah, kalau kecerobohan itu terus berlanjut, bukan tak mungkin bank tersebut pailit. Dan faktanya, bank itu akhirnya dilikuidasi oleh Mar'ie Muhammad, menteri keuangan era orde baru dahulu. Padahal bisa saja ibu memindahkan uang tersebut ke rekening lain, dan menggunakannya dengan sesuka hati, toh tak ada delik hukum yang bisa menjamahnya, karena itu murni kecerobohan pihak bank.

Memang untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kebajikan ini perlu proses yang sangat panjang. Cara yang efektif adalah keteladanan. Pemimpin kepada rakyatnya, atasan kepada bawahannya, orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya, dan lain sebagainya. Tidak perlu lah gembar-gembor penegakan syari'at islam, kalau ternyata nilai-nilai ini masih banyak terlupakan.

Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
suci lahir dan di dalam bathin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat
Singkirkan debu yang masih melekat

Anugerah dan bencana adalah kehendakNya
Kita mesti tabah menjalani
hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya
Adalah Dia di atas segalanya
(Untuk Kita Renungkan - Ebiet G Ade, 1982)

20.10.04

TINJAUAN PUSTAKA: SISTEM PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH

Pendahuluan
Pada tinjauan pustaka ini, saya akan membahas salah satu topik dalam perbankan Islam, yaitu sistem pembiayaan pada bank syariah. Dalam membahas topik ini, saya meninjau tiga buku tentang perbankan Islam, yakni: Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik karya Muhammad Syafi’i Antonio, Al Qur’an: Menuju Sistem Moneter yang Adil karya Umer Chapra, dan Interest-Free Commercial Banking karya Abdul Gafoor.

Berdasarkan ketiga buku di atas, secara umum topik di atas terdiri dari tiga sub-topik, yaitu: pembiayaan investasi (investment financing), pembiayaan konsumtif (trade financing), dan pembiayaan modal kerja (lending).

Kapasitas ketiga penulis di atas dalam bidang ekonomi Islam, khususnya perbankan, tidak diragukan lagi. Muhammad Syafi’i Antonio adalah seorang pakar dan praktisi perbankan syariah dan sudah sejak lama bergelut di dunia perbankan syariah Indonesia. Umer Chapra adalah guru besar di bidang ekonomi Islam di Pakistan dan praktisi perbankan syariah yang kiprahnya diakui di skala internasional. Sedangkan Abdul Gafoor adalah pengamat perbankan Islam asal Malaysia dengan reputasi internasional.

Dengan meninjau ketiga buku dari ketiga tokoh perbankan Islam dari tiga negara yang berbeda ini, diharapkan dapat membuka cakrawala wawasan kita tentang sistem pembiayaan pada perbankan syariah dan menawarkan solusi terbaik bagi umat untuk memperoleh pendanaan yang bebas riba.

I. Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rahabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:
1. Untuk pengadaan barang-barang modal.
2. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah.
3. Berjangka waktu menengah dan panjang.

Pada bank syariah, pembiayaan investasi menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan. Secara bertahap, bank melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cashflow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada maupun dengan mengundang pemegang saham baru. (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001: 167)

Terdapat tiga macam pembiayaan investasi: musyarakah, mudharabah, dan pembiayaan berdasarkan estimated rate of return. Pada skema musyarakah, bank ikut mengambil bagian dalam suatu usaha dan kedua belah pihak (bank dan nasabah) berpartisipasi dalam berbagai aspek pada suatu proyek atau usaha dengan derajat tertentu. Keuntungan dan kerugian ditanggung kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Setelah berlalunya periode awal yang telah ditentukan, bank dapat menarik diri dalam pembiayaan secara bertahap.

Pada skema mudharabah, bank menanamkan dana dan nasabah atau klien menangani masalah teknis, manajemen, dan tenaga kerja. Keuntungan dibagi pada kedua belah pihak dengan proporsi yang telah disepakati, namun jika terjadi kerugian, bank harus menanggung total kerugian tersebut.

Pada pembiayaan berdasarkan estimated rate of return, bank memperkirakan tingkat pengembalian modal yang diinginkan pada proyek tertentu kemudian menyediakan pembiayaan ketika klien menyanggupi membayar tingkat pengembalian tersebut kepada bank. Jika keuntungan melebihi tingkat pengembalian, maka klien dapat memperoleh kelebihan tersebut. Jika keuntungan kurang dari tingkat pengembalian, maka bank menurunkan tingkat pengembalian. Jika klien mengalami kerugian, bank ikut menanggung kerugian tersebut. (Abdul Gafoor, 1995: 43)

Sedangkan menurut Umer Chapra, mudharabah adalah suatu bentuk organisasi yang di dalamnya seorang pengusaha (mudharib) menyediakan manajemen tetapi dananya dari pihak lain, berbagi keuntungan dengan penyandang dana (shahibul maal, investor) dalam suatu perjanjian yang disepakati. Penyandang dana membiayai pengusaha tidak dalam kapasitasnya sebagai pemberi pinjaman melainkan sebagai investor. Dia adalah pemilik atas seluruh atau sebagian usaha dan berbagi risiko bisnis sebesar keikutsertaannya dalam keseluruhan biaya usaha. Pengusaha mengelola dana investasi dengan keleluasaan yang diberikan penyandang dana sesuai dengan kesepakatan.

Syirkah atau musyarakah adalah suatu bentuk organisasi usaha yang di dalamnya dua orang atau lebih mengambil bagian baik dalam pembiayaan maupun dalam manajemen usaha, dalam proroporsi yang sama atau tidak sama besar. Laba dapat dibagi dengan perbandingan setara yang disepakati bersama. Meskipun demikian, kerugian harus dipikul secara proporsional sesuai dengan besarnya perbandingan modal usaha. (Umer Chapra, 1997: 44-45)

II. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti yang telah diketahui secara umum, kebutuhan konsumsi terdiri dari kebutuhan primer (makanan,minuman,tempat tinggal, pakaian, pelayanan kesehatan, pendidikan) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer.

Bank syariah menyediakan pembiayaan komersial untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini:
1. Al bai’ bi tsaman ajil atau jual beli dengan angsuran.
2. Al ijarah al muntahia bittamlik atau sewa beli.
3. Al musyarakah mutanaqishah atau decreasing participation: pihak bank secara bertahap menurunkan jumlah partisipasinya.
4. Ar Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.

Pembiayaan konsumsi di atas digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Pada umumnya kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan ini. Seseorang yang belum mampu mencukupi kebutuhan primernya dikategorikan fakir atau miskin. Maka ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al qardh al hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun. (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001: 168)

Menurut Abdul Gafoor, pembiayaan konsumsi terdiri dari mark-up, leasing, hire-purchase, sell-and-buy-back, dan letters of credit.

Disebut mark-up apabila pihak bank membeli barang yang diinginkan klien dengan kesepakatan bahwa klien setuju untuk membayar barang itu beserta keuntungannya kepada bank. Leasing; dimana bank membeli barang yang diinginkan klien dan menyewakannya kepada klien dengan periode yang disepakati bersama. Di akhir periode, klien membayar selisih harga yang disepakati di awal periode kepada bank untuk menjadi pemilik barang tersebut. Skema hire-purchase hampir sama dengan leasing. Bedanya klien hanya membayar sewa dengan periode tertentu yang telah disepakati dan pada akhir periode, klien secara otomatis menjadi pemilik barang tersebut. Jika klien menjual salah satu barang miliknya kepada bank dengan harga yang disepakati bersama dengan syarat ia akan membeli kembali barang itu setelah periode tertentu dengan harga yang telah disepakati. Skema ini dinamakan sell-and-buy-back. Letters of credit adalah skema dimana bank menggaransi atau menjamin impor suatu barang dengan dananya sendiri untuk pihak klien, lalu kedua pihak berbagi keuntungan dari hasil penjualan barang tersebut. (Abdul Gafoor, 1995: 43-44).

Pada buku Umer Chapra, tidak ada pembahasan secara khusus mengenai pembiayaan konsumtif, namun penulis mendapatkan skema yang dapat digunakan pada pembiayaan konsumtif pada sub-bab yang membahas bank komersial. Skema-skema itu adalah: leasing dan bay’ al muajjal.

Ada dua macam leasing: financial lease dan operating lease. Financial lease menyangkut persetujuan yang tidak dapat dibatalkan antar bank dan konsumennya agar bank membeli suatu aset tertentu dan menyewakannya kepada konsumen untuk jangka waktu menengah atau panjang. Pada akhir periode yang disepakati, aset tersebut dikembalikan kepada bank. Operating lease berbeda dari financial lease dalam dua hal. Pertama, bahwa operating lease dapat dibatalkan dan biasanya dilakukan hanya untuk periode yang relatif lebih singkat. Kedua, dalam operating lease, bank bertanggung jawab sepenuhnya atas biaya pemilikan.

Bay’ al muajjal adalah istilah untuk mengacu pada suatu kesepakatan yang di dalamnya pembelian barang oleh bank dikehendaki oleh konsumennya yang membutuhkan barang tersebut, dan kemudian menjual barang tersebut kepada konsumen dengan harga yang disepakati dengan memberikan keuntungan tertentu kepada bank. Pembayaran dilakukan oleh konsumen dalam periode tertentu yang ditentukan dengan cara kredit atau tunai. (Umer Chapra, 1997: 145-148)


III. Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif; (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

Unsur-unsur modal kerja terdiri dari komponen-komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri dari persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work in process), dan persedian barang jadi (finished goods). Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing), dan pembiayaan persediaan (inventory financing).

Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin kemitraan dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank. (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001: 160-162)

Abdul Gafoor memaparkan pembiayaan modal kerja ini dengan cukup singkat. Pembiayaan ini terdiri dari: pinjaman dengan ongkos pelayanan (loans with a service charge), pinjaman tanpa ongkos (no-cost loans), dan overdrafts.

Pinjaman dengan ongkos pelayanan adalah pinjaman yang diberikan bank tanpa bunga, namun untuk menutupi pengeluarannya, bank menetapkan ongkos pelayanan. Penetapan ongkos pelayanan maksimal dilakukan oleh pihak yang berwenang (pemerintah). Pinjaman tanpa ongkos dan overdrafts diberikan bank kepada golongan ekonomi lemah seperti petani kecil, wiraswasta, produsen kecil, dan sebagainya. Dana pinjaman ini diperoleh dengan menyisihkan sebagian pendapatan bank. (Abdul Gafoor, 1995: 44)
Dalam buku Umer Chapra, penulis tidak menemukan pembahasan yang berkenaan pembiayaan modal kerja. Nampaknya Umer Chapra menggeneralisasikan tema ini dalam skema mudharabah dan musyarakah yang telah dijelaskan pada pembahasan pembiayaan investasi.

IV. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan penulis terhadap tiga buku ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem pembiayaan pada bank syariah memposisikan debitor (nasabah) dan kreditor (bank) pada posisi sejajar atau kemitraan, dimana kedua pihak saling bersepakat dan risiko ditanggung bersama.
2. Bank membebaskan debitor dari beban bunga (interest) yang harus dibayar walaupun dalam kondisi merugi.
3. Sebagai ganti dari bunga, bank menetapkan ongkos pelayanan yang nilai maksimumnya ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (pemerintah).
4. Untuk kalangan pengusaha kecil, bank dapat memberikan pinjaman tanpa bunga dan ongkos pelayanan. Debitor cukup mengembalikan pinjaman pokok dalam kurun waktu tertentu.

Empat kesimpulan di atas merupakan empat keunggulan sistem pembiayaan syariah dibandingkan pada bank konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah solusi terbaik untuk mengatasi masalah umat, dan dalam konteks ini, masalah perekonomian umat yang saat ini sedang terpuruk.


Mekanisme Transpor Muatan Pada Sel Surya Polimer

Polimer banyak dipelajari karena struktur dan sifat-sifat mekanisnya yang unik dan atraktif. Penemuan polimer yang dapat menghantarkan listrik atau polimer konduktif pada pertengahan tahun 1970-an telah melahirkan penelitian yang intensif yang menunjukkan bahwa sifat-sifat elektrik pada polimer berkisar dari insulating (tidak dapat menghantar), semiconducting sampai conducting (konduktivitas >100.000 S/cm). Material jenis baru yang bersifat semikonduktif dan konduktif ini dapat disebut gabungan sifat-sifat elektrik dan optik semikonduktor anorganik dengan polimer yang memiliki kelenturan mekanis. Akan tetapi, mekanisme pembawa muatan dan transpor muatan pada polimer semikonduktif memiliki perbedaan mendasar dengan semikonduktor anorganik.

Polimer semikonduktif dan konduktif adalah polimer terkonjugasi yang menunjukkan perubahan ikatan tunggal dan ganda antara atom karbon pada rantai utama polimer. Ikatan ganda diperoleh dari fakta bahwa karbon memiliki 4 elektron valensi, namun pada molekul terkonjugasi hanya mengikat tiga (kadang-kadang dua) atom lain. Elektron yang tersisa membentuk ikatan π-elektron yang terdelokalisasi pada seluruh molekul. Rantai polimer dapat sangat panjang, namun panjang konjugasi sepanjang rantai dapat dipotong sampai kurang dari 100 nm. Tingkat-tingkat molekular dikelompokkan dalam pita-pita (bands), dan pada limit panjang konjugasi yang sangat panjang, gambar struktur pita pada semikonduktor anorganik dapat digunakan pada semikonduktor organik. Batas pita pada pita valensi menunjukkan Highest Occupied Molecular Orbital (HOMO) dan batas pada pita konduksi disebut Lowest Unoccupied Molecular Orbital (LUMO).

Fotoeksitasi pada polimer
Celah energi antara tingkat HOMO dan LUMO pada polimer terkonjugasi sama dengan besar range energi foton yang dapat terlihat. Pada penyerapan foton yang datang, sebuah elektron berpindah ke tingkat LUMO, meninggalkan sebuah lubang (hole) pada tingkat HOMO. Dua spesi utama yang tereksitasi yang disebabkan penyerapan foton dijelaskan di bawah ini.

Singlet Excitons
Setelah penyerapan foton, pasangan electron-hole membentuk singlet exciton. Artinya, electron dan hole tetap pada rantai polimer yang sama dan terikat satu sama lain karena ikatan elektrostatik. Tingkat energi singlet exciton terletak pada celah HOMO-LUMO. Exciton dapat bermigrasi dalam film menuju tingkat energi yang lebih rendah. Umur singlet exciton berkisar antara ratusan pikodetik (10-12 detik).

Energi ikat singlet exciton Eb telah menjadi subyek perdebatan besar pada dekade terakhir ini. Nilai Eb berkisar antara Eb (kurang dari kbT) sama dengan 25 meV, yang berarti pada suhu ruangan elektron dan hole tidak terikat, Eb setara dengan 1 eV. Bukti mengindikasikan bahwa pendapat yang lain (Eb setara dengan 0,3 sampai 0,4 eV) memberikan gambaran yang benar pada sebagian besar polimer terkonjugasi.

Polarons
Pada penambahan muatan pada rantai polimer, rantai akan terurai untuk mengurangi energi carrier. Muatan dan penguraian ini bersama-sama memunculkan sebuah polaron, yang dilambangkan P+ dan P- bergantung tanda muatan. Tingkat energi polaron terletak pada celah HOMO-LUMO. Polaron dapat melintas sepanjang rantai terkonjugasi. Ketika polaron mencapai akhir segmen terkonjugasi, terjadi proses “melompat” (hopping) kepada rantai terkonjugasi yang lain. Maka pada medan listrik, kombinasi polaron yang melintas dan melompat ini menyebabkan transpor muatan pada film.

Di sini harus diperhatikan bahwa pada pembuatan pasangan polaron P+/P- pada proses penyerapan foton, elektron dan hole harus dalam keadaan terpisah pada jarak yang cukup agar tidak terdapat gaya Coulomb yang megikat mereka. Ini dapat dilakukan dengan memindahkan elektron dan hole dalam waktu femtodetik setelah proses penyerapan foton dari rantai atau dengan menjebak salah satu muatan yang cacat.

Energi Zero-point

Dewasa ini, Indonesia dan dunia pada umumnya, disadari atau tidak, tengah menghadapi krisis energi yang semakin dekat. Umat manusia saat ini masih amat bergantung dengan sumber energi tak terbarukan (unrenewable energy source), yaitu minyak bumi, gas bumi, dan batubara. Sumber energi ini, yang dapat disebut bahan bakar fosil, terbentuk dari berbagai macam organisme prasejarah yang tertimbun di dalam tanah dan mengalami proses organik dalam kurun waktu ribuan hingga jutaan tahun. Karena proses pembentukan yang sangat lama inilah diberikan istilah tak terbarukan pada sumber energi ini.

Seiring dengan ledakan populasi penduduk, kemajuan teknologi yang semakin pesat dan berbagai macam dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh energi tak terbarukan, membuat para ilmuwan dan peneliti di berbagai belahan dunia bekerja keras menemukan sumber energi alternatif yang bersifat terbarukan (renewable energy source) dan ramah lingkungan. Contohnya, energi fuel cell yang berasal dari reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen. Energi biomassa berasal dari kotoran hewan atau manusia, telah dimanfaatkan di salah satu kota di India sebagai sumber listrik untuk lampu penerang jalan. Energi surya mulai banyak digunakan di negara maju sebagai sumber listrik cadangan di perumahan dan perkantoran. Namun ketiga alternatif ini belum dianggap sebagai solusi. Efisiensi yang rendah, ongkos yang masih terbilang mahal (kecuali biomassa) karena teknologi yang masih berkembang dipandang sebagai masalah yang krusial. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dimanfaatkan di banyak negara sebagai sumber listrik massal. Namun ketika bencana kekeringan melanda, kita pun tidak dapat berharap banyak.

Energi nuklir telah membawa harapan di banyak kalangan sebagai solusi untuk mengakhiri krisis energi ini. Namun bencana Chernobyl telah membuat ragu umat manusia akan faktor keamanan sumber energi ini. Efisiensi yang dihasilkan energi nuklir terbukti sangat tinggi. Penelitian membuktikan bahwa hanya 360 gram uranium dapat mencukupi kebutuhan listrik 1000 rumah penduduk dalam satu tahun. Akan tetapi resiko kebocoran reaktor nuklir juga terbukti sangat tinggi. Negara maju seperti Jepang yang terkenal akan budaya kedisiplinannya ternyata setiap tahunnya mengalami kebocoran pada reaktor nuklirnya.

Sebenarnya sejak tahun 1948, pakar fisika kuantum telah menemukan sebuah fenomena yang memungkinkan adanya energi terbarukan yang ramah lingkungan, murah dan menghasilkan daya yang sangat besar. Hendrick Casimir pada 1948 melakukan eksperimen dengan dua lempeng plat tipis dalam ruang vakum. Ia menemukan adanya eksistensi gaya di antara dua plat yang tidak bermuatan listrik itu yang disebabkan energi elektromagnetik yang mengelilingi plat dalam ruang vakum. Ini disebut juga efek Casimir (Casimir effect). 10 tahun kemudian, M.J. Spaarnay, fisikawan dari negeri Belanda, melanjutkan eksperimen Casimir ini dan menemukan bahwa gaya pada kedua plat ini tidak hanya disebabkan oleh energi termal (panas) tetapi juga dari tipe radiasi yang lain yang dikenal sebagai energi zero-point elektromagnetik. Energi zero-point adalah energi vibrasi yang menyebabkan gerak molekul walau dalam temperatur nol mutlak (0 Kelvin = -273º Celsius). Ini sesuai dengan aksioma dalam mekanika kuantum bahwa tidak ada suatu obyek pun yang dapat mencapai posisi dan kecepatan yang presisi dan konstan walau dalam temperatur nol mutlak. Maka molekul pun tidak akan pernah dalam keadaan diam.

Karena energi ini eksis dalam ruang hampa, maka energi zero-point ini bersifat homogen dan isotropik (identik dalam segala arah) juga dapat eksis di mana pun (ubiquitous). Intensitas energi ini pada frekuensi apapun berbanding lurus dengan besar frekuensi itu pangkat tiga (I ≈ f3). Konsekuensinya, intensitas medan energi meningkat dengan tak terbatas seiring dengan meningkatnya frekuensi yang menghasilkan rapat energi tak terbatas untuk spektrum radiasi. Ditinjau dari teori klasik tentang elektron, suatu ruang hampa dengan temperatur nol mutlak tidak dapat dianggap benar-benar hampa dari segala medan elektromagnetik, sehingga ruang hampa terisi dengan medan yang berfluktuasi secara acak yang memiliki spektrum energi zero-point.

Yang istimewa, energi ini memiliki rapat energi yang tak terbatas dan tersedia di mana pun, bahkan di luar angkasa. Akan tetapi, rapat energi tinggi hanya dapat eksis pada frekuensi yang tinggi pula. Metode konvensional saat ini hanya dapat mengonversikan energi secara efektif dan efisien pada frekuensi rendah sehingga untuk merealisasikan sumber energi ini masih sangat sulit. Saat ini, para fisikawan berusaha memecahkan masalah ini dengan mengembangkan antena atau alat penerima (receiver) yang dapat beroperasi pada frekuensi yang sangat tinggi. Pada 31 Desember 1996, Frank Mead mematenkan desain alat penerima radiasi zero-point yang dapat bekerja pada frekuensi sampai 1040 Hertz di kantor paten Amerika Serikat. Berbagai peneliti di seluruh dunia sedang berusaha menemukan anomali-anomali saintifik dalam merealisasikan energi zero-point ini. Usaha ini juga sebagai kunci menuju teori yang integral tentang alam semesta.

Akhirnya, jika energi yang tak terbatas ini dapat dikumpulkan dan dikonversikan kepada energi listrik, niscaya akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan energi dunia di masa yang akan datang. Singkatnya, energi zero-point adalah sumber energi masa depan yang efektif, efisien, murah, ramah lingkungan, dan, seperti kata Eliza Vitri Handayani dalam novelnya Area X, akan menjadikan teknologi nuklir seperti mainan anak-anak.

19.10.04

Maafkan...

Siang ini, aku merasa jadi orang paling tak berguna sedunia...
karena telah meninggalkan begitu saja, seorang ibu tua renta yang membutuhkan pertolongan...

Ya Allah, apakah masih ada pintu maaf...?

15.10.04

Pencerahan Jelang Ramadhan

Kata para ulama, wanita tidak bisa menjadi pemimpin, apalagi pemimpin negara. Mereka mendasarkannya dari dalil-dalil Al Qur'an dan sunnah Rasul. Akan tetapi sejujurnya, deep down inside, saya belum mempercayai teori itu. Banyak sudah kita saksikan para pemimpin wanita yang sukses memimpin bangsanya. Sebut saja Margareth Thatcher di Inggris, Gloria Arroyyo di Filipina, dan Helen Clark di New Zealand. Bahkan kalau kita menengok balik ke ribuan tahun yang lalu, Ratu Bilqis berhasil membawa Saba menjadi negeri besar pada zamannya.

Sampai kemarin, pandangan saya masih belum berubah, sampai akhirnya kemarin malam seorang sahabat perempuan saya berhasil meluruskan kembali pemikiran 'nyeleneh' saya ini. Saya benar-benar tidak menyangka kalau ia, yang selama ini saya kenal sebagai perempuan yang cerdas, kritis, dan independen, dapat mengambil sebuah keputusan yang sangat emosional, yang cukup membuat saya shocked, berkaitan masalah di antara kami. Walau ia menarik lagi keputusannya, dan pada akhirnya persahabatan kami kembali normal, kejadian ini akhirnya meluruskan pandangan saya sebagai seorang muslim, yang seharusnya mengimani segalanya yang ada dalam Qur'an dan sunnah.

Bolehlah dikatakan Thatcher, Arroyyo, Clark, bahkan Ratu Bilqis berhasil dalam memimpin negerinya. Namun bukan berarti tidak ada masalah selama pemerintahan mereka. Masalah moral misalnya, yang akhirnya menyebabkan musnahnya negeri Saba, dan tetap manjadi problem serius dalam masyarakat di negara-negara maju saat ini. Dan mereka, khususnya Thatcher, Arroyyo, dan Clark, memimpin negaranya dengan sistem sudah tertata, tingkat kesejahteraan yang tinggi, dan kultur masyarakatnya yang memandang secara setara (dalam istilah feminis liberal) hubungan antara laki-laki dan wanita. Coba kalau mereka ditugaskan memimpin negeri yang sekompleks dan seamburadul negeri kita, Indonesia... dapat kita bayangkan.

Walaupun begitu, saya tetap tidak setuju dengan pandangan-pandangan bahwa perempuan adalah subordinat laki-laki. Keduanya diciptakan dengan segenap potensi rasio dan emosi, hanya dalam kadar yang berbeda-beda, dan dengan tugas yang berbeda pula. Perempuan memiliki potensi emosi yang melebihi potensi rasionya, sehingga dikhawatirkan tidak dapat mengambil keputusan secara jernih dalam keadaan genting. Maka dari itu wanita tidak tepat untuk posisi pemimpin negara. Berbeda dengan laki-laki yang memiliki potensi rasio lebih tinggi dari emosinya, sehingga dapat memutuskan dengan kepala dingin. Dan bila kita cermati pola ini, kita dapat menangkap maksud yang ada di 'Kepala' Sang Pencipta, bahwa laki-laki dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain, tidak ada istilah laki-laki di atas perempuan, atau perempuan di atas laki-laki. Keduanya memiliki pola hubungan yang sinergis dan egaliter dalam upaya meraih keridhaanNya. Subhanallah!

Alhamdulillah, menjelang Ramadhan ini, sebuah pencerahan telang datang, melalui dalamnya makna persahabatan. Kata orang, pengalaman adalah guru terbaik. Kata saya, persahabatan adalah guru terbaik.

11.10.04

Senin Malam di Kafe Halaman

Tidak seperti biasanya, hari senin selepas magrib saya masih berada di lab. Tapi jangan kira saya mengerjakan TA, saya malah pontang-panting mengetik tugas makalah kuliah hukum lingkungan. Kala itu hanya saya sendiri di lab. Kawan-kawan mahasiswa yang satu pembimbing dan satu KBK, serta bapak-bapak dan ibu-ibu S2 sudah pada cabut dari sebelum magrib.

Pukul 8 lewat dikit, ketika saya hampir menyelesaikan makalah, masuklah pak Freddy. Beliau adalah pembimbing TA saya. Masih lajang dan berusia kira-kira awal 30-an. Alumni ITB angkatan 91, lalu meneruskan S2 juga di ITB, dan akhirnya pada 1999 berangkat ke Jerman, tepatnya kota Tuebingen, guna melakukan research doktoralnya di bidang Medizinische Physik atau fisika medis, yang juga jadi tema TA saya. lalu kembali ke ITB sebagai dosen pada awal tahun ini. Pembawaannya yang cair dan humoris membuatnya cukup dekat di kalangan mahasiswa. Nyatanya, ia selalu jadi dosen penguji favorit pilihan para mahasiswa yang akan menempuh sidang TA. "Fadil udah makan?", tanyanya. "Belum pak", jawab saya datar. "Makan bareng saya yuk!", ujarnya. Wah, saya berpikir ini momen bagus untuk ngobrol dan sharing pikiran. Kapan lagi coba bisa makan bareng doktor, hehehe. "Wah, sebentar pak, ini dikit lagi, tanggung." jawab saya. "Emangnya kamu lagi bikin apa?" tanya pak Freddy. "Hehe, ini pak, tugas kuliah hukum lingkungan.", jawab saya tersipu. Waduh, ketahuan dah make lab bukan buat TA, hehehe. Untunglah, pak Freddy hanya tertawa, tapi dalam hatinya siapa tahu? "Buat besok pagi lagi??" tanyanya. "Ngga sih pak, besok jam 3 sore." "Ooh, masih lama lah." "Ini dikit lagi selesai kok pak." Singkat kata, setelah saya menyelesaikan tugas, akhirnya kami meninggalkan lab menuju tempat parkir.

Dalam perjalanan ke tempat parkir, saya sempat menanyakan isu adanya ujian kompre di fisika. Wah, gawat juga kalo bener, masa harus ngulang pelajaran dari awal lagi sih?! Lalu jawab beliau, "haha, ah masa sih, saya baru denger tuh. Tapi bagus lah, saya setuju itu!" Huh, dasar wiro dan adit, bigos banget tu anak dua!! "Eh, mau makan dimana nih??" tanya pak Freddy. "Wah, terserah bapak aja deh." Jujur, saya mengira kalau beliau terbiasa makan di warung-warung makan kelas mahasiswa. lalu saya memberi saran untuk makan di deretan warung makan belakang salman, yang terkenal dengan lalat-lalatnya yg lincah itu. "Oh, disana ada makanan apa aja?" tanyanya ragu. "Saya biasanya makan di Kartika Sari, tapi takutnya jam segini dah tutup. Gini aja deh, Fadil tau kafe halaman kan? kita makan di sana aja lah! Bentar ya, saya ambil uang dulu di atm BNI." Alahmak, kafe halaman?? kayanya bakal ditraktir neh, tp sbenernya ga enak juga sih.. tp udahlah, kapan lagi bisa ngobrol-ngobrol sama beliau? Hehe, batin saya segera mencari pembenaran.

Dengan mengendarai vespa, saya segera menyusul pak Freddy ke atm BNI. "Fadil tau kan kafe halaman? langsung kesana aja, saya naik angkot aja, Fadil ga bawa helm 2 kan?" Wadduh, tambah ga enak aja nih. "Ga papa kok pak, kan ga ada polisi.", jawab saya sekenanya. Mendengar jawaban saya, beliau tetap menolak. Wah, ternyata kultur disiplin barat telah tertanam dalam pada diri beliau.

Kafe Halaman pukul setengah sembilan malam. Suasana cukup ramai, banyak tamu yang datang, kebanyakan dari kalangan menengah atas dengan deretan mobil yang memenuhi tempat parkir. Ada seorang wanita yang turut membawa anjing peliharaannya, ada sekumpulan muda-mudi yang asyik bercengkrama dengan laptopnya. Dan kami, dosen pembimbing dengan mahasiswa bimbingannya.. kedengaran janggal ya, hehehe. Saya sempat bingung memesan makanan. Saya menanyakan makanan apa yang akan dipesan pak Freddy. "Nanti pilihan saya mempengaruhi kamu lagi. Udah, pesen aja!", jawab beliau. Hiks, padahal kalau saya makan di tempat semacam ini bersama ortu, santai aja pesen makanan paling enak, tapi sekarang suasananya berbeda 180 derajat! Akhirnya spaghetti bolognaise dan ice tea jadi pilihan saya. Tak terlalu mahal dan saya menyukainya. Pak Freddy pesan yahun, dan harganya.. lebih murah 9000 perak dari pesanan saya, aduhh...

Tapi akhirnya saya berusaha sekuat tenaga menyingkirkan perasaan tidak enak itu. Dan memang, banyak pengetahuan baru yang saya dapat selama kami ngobrol. Ada perasaan gemas, ketika mengetahui ada beberapa gelintir mahasiswa Indonesia yang berwatak culas ketika sekolah di Jerman. Mereka dibiayai oleh BPPT untuk riset dan sekolah di sana, dan status mereka sebagai pegawai negeri di BPPT. Eh, ternyata setelah mereka menyelesaikan sekolahnya, enggan untuk kembali ke tanah air dan bekerja di BPPT. Brengseknya lagi, gaji mereka sebagai pegawai negeri yang cuma ratusan ribu tetap diambil, padahal penghasilan mereka di Jerman sangat jauh melebihi itu. Memang pemerintah dalam hal ini juga salah. Percuma aja menyekolahkan orang sebanyak-banyaknya ke negara-negara maju, tetapi masih pelit mengeluarkan dana untuk kemajuan riset dalam negeri. Padahal saya pernah dengar, kemajuan suatu negara diukur dari giat atau tidaknya riset iptek di negara tersebut. Yah, mudah-mudahan pemerintahan yang baru ini menyadarinya.

Saya juga dikasih wejangan-wejangan, berkaitan dengan TA saya. Beliau secara halus mengkritik naskah teori dasar saya yang katanya terlalu naratif, tidak cocok untuk sebuah karya ilmiah yang seharusnya menggunakan bahasa pasif. Huh, sebenarnya saya udah tau hal itu, cuma kok bisa lupa ya?? Sial, percuma aja Technical Writing dapet A!

Sekitar pukul 10, kami pun bergegas pulang. Besoknya saya harus kuliah pagi, begitu juga pak Freddy harus mengajar pagi. "Kalau profesor di Jerman traktir mahasiswanya, dia catat nama-namanya supaya dapet refund dari uni.", candanya. Hahaha, tapi sepertinya beliau tidak akan melakukan itu. Fiuh, lumayan memang, beliau membayar 50 ribu perak untuk pesanan kami tadi. "Makasih ya, udah nemenin makan!", ujarnya. "Waduh, makasih juga pak, maaf ngga bisa nganterin lagi!", jawab saya dengan tidak enak. Akhirnya kami berpisah. Waah, gumamku dalam hati, inilah enaknya punya dosen pembimbing masih bujangan, siapa sangka bakal di traktir makan, di kafe pula, hehehe!

5.10.04

Pelestarian Lingkungan VS Kepentingan Kapitalis (Bagian II - Terakhir)

Dengan ditahannya 5 orang eksekutif NMR, kepolisian dapat diasumsikan bertindak berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997 (UUPLH 23/1997). Kelima orang tersebut yakni, Manajer Maintenance dan Produksi Phil Turner, Manajer Eksternal David Sompie, Superintendent Pengolahan Limbah Putra Wijayatri, Superintendent Environment Jerry Kojansow, dan Site Manager William Long.

Pengelolaan lingkungan hidup menurut UUPLH 23/1997 mengandung pengertian:
1.Secara hukum, yaitu tanggung jawab atas akibat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh suatu kegiatan. Dalam hal ini, kepolisian menahan Site Manager dan Manajer Maintenance dan Produksi.
2.Secara teknis, yaitu pengendalian/minimasi kerusakan ekologi yang berakibat kepada kehidupan yang diderita manusia. Dalam hal ini, Kepolisian menahan Superintendent Pengolahan Limbah.
3.Secara ekonomi, yaitu upaya-upaya yang terus dilakukan untuk pencegahan dan kompensasi resiko atau kerusakan terhadap lingkungan hidup (environmental impact fund). Dalam hal ini kepolisian menahan Superintendent Environment.
4. Secara social, yaitu usaha untuk mempertahankan mutu kehidupan manusia dalam keseimbangan dan ekologinya. Dalam hal ini kepolisian menahan Manajer Eksternal.

Dengan adanya bukti-bukti yang telah diperoleh kepolisian dari Laboratorium Forensik Mabes Polri, hasil penelitian FMIPA UI, Laboratorium Pemeriksaan Dopping dan Kesehatan Masyarakat Provinsi DKI, dan penelitian tim khusus yang dibentuk pemerintah Indonesia, maka tindakan kepolisian menahan kelima karyawan tersebut dapat dibenarkan.

Adapun kekhawatiran Perhapi tentang kondisi investasi pertambangan dewasa ini karena adanya kasus Buyat adalah kekhawatiran jangka pendek dan hanya memikirkan keuntungan material jangka pendek semata. Dengan adanya bukti-bukti dimiliki kepolisian, seharusnya Perhapi mengkhawatirkan kondisi lingkungan hidup di Teluk Buyat yang tercemar parah sehingga mengganggu keseimbangan ekologi dan merusak kesehatan penduduk terutama nelayan yang mencari makan di perairan Teluk Buyat.

Bagaimanapun, kelestarian lingkungan hidup dan nasib masyarakat harus lebih didahulukan ketimbang kepentingan material. Apabila lingkungan hidup sudah sedemikian rusaknya, yang terlebih dahulu merasakan akibatnya adalah masyarakat sekitar yang notabene adalah penduduk dengan penghasilan di bawah rata-rata. Kehadiran NMR juga dirasakan tidak membawa dampak positif yang signifikan kepada warga Teluk Buyat. Alih-alih kondisi ekonomi mereka terangkat, malah menderita gangguan kesehatan yang serius akibat limbah tailing yang dibuang NMR ke perairan Buyat.

Lalu, bukan berarti keuntungan material dari kegiatan pertambangan selalu bertentangan dengan kepentingan kelestarian lingkungan hidup. Korporasi pertambangan yang memenuhi syarat ialah yang telah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sesuai UUPLH 23/1997 pasal 15 dan memiliki sarana pengolahan limbah yang berfungsi baik (UUPLH 23/1997 pasal 16). Pemerintah telah memiliki standar pengelolaan lingkungan hidup yang tertuang dalam undang-undang tersebut. Yang harus dilakukan pelaku kegiatan pertambangan termasuk korporasi semacam NMR hanya mematuhinya dan memastikan kegiatan usahanya tidak melanggar standar tersebut. Itulah yang disebut kepastian hukum, khususnya dalam bidang lingkungan hidup.

Untuk itu, NMR dalam struktur organisasi perusahaannya terdapat Superintendent Pengolahan Limbah dan Superintendent Lingkungan yang bertanggungjawab agar limbah yang dihasilkan untuk diolah agar tidak berbahaya bagi lingkungan hidup sekitarnya. Ketika terbukti NMR mencemari lingkungan, maka selayaknyalah para eksekutif penanggungjawab termasuk kedua pejabat tersebut ditahan atas tuduhan tersebut.

Namun menurut WALHI, JATAM dan ICEL, penetapan ini belumlah cukup, karena menurut pasal 46 UUPLH 23/1997, tuntutan atas dugaan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan baik terhadap korporasi tersebut maupun terhadap mereka yang memberi perintah atau bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. Dalam hal korporasi sebagai tersangka, maka yang mewakili korporasi tersebut sebagai badan hukum adalah eksekutif puncaknya.

Masih menurut undang-undang tersebut, pada pasal 34 dan 35 disebutkan bahwa pihak penanggungjawab kegiatan pertambangan, dalam hal ini NMR, wajib membayar kompensasi atas dampak kerusakan lingkungan hidup Teluk Buyat atau environmental impact fund. Maka NMR harus menanggung seluruh biaya pengobatan warga Buyat yang mengalami gangguan kesehatan akibat pencemaran di perairan Buyat dan mengganti kerugian atas rusaknya biota air akibat pencemaran logam berat yang berasal dari limbah tailing NMR.

Maka dapat disimpulkan bahwa:
1.Tindakan kepolisian menahan lima orang eksekutif PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) terkait kasus pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah tailing NMR di Teluk Buyat sudah tepat dan sesuai dengan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997.

2.Kekhawatiran Perhimpunan Ahli Tambang Indonesia (Perhapi) yang menyatakan bahwa penahanan tersebut dapat memberikan dampak negatif terhadap investasi pertambangan dan berpotensi menimbulkan ribuan sarjana pertambangan menganggur tidak relevan. Kekhawatiran tersebut bersifat jangka pendek dan hanya mementingkan keuntungan material semata tanpa memperdulikan kelestarian lingkungan hidup dan keberlanjutan dan kualitas hidup masyarakat sekitar yang merasakan dampak pencemaran tersebut.

3.Menurut pasal 46 UUPLH 23 /1997, seharusnya kepolisian juga menahan pucuk pimpinan NMR disamping kelima orang eksekutif yang dianggap paling bertanggungjawab terhadap terjadinya pencemaran lingkungan.

4.Kasus ini tidak mempengaruhi investasi pertambangan di Indonesia, karena siapapun dapat melakukan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan di Indonesia sepanjang dampak negative terhadap lingkungan hidup sekitarnya dapat diminimalisasi.

Sumber:
- Harian Kompas edisi Senin, 27 September 2004
- Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia: http://www.walhi.or.id

Pelestarian Lingkungan VS Kepentingan Kapitalis (Bagian I)

Baru-baru ini telah terjadi kasus pencemaran lingkungan di daerah Teluk Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara yang melibatkan PT Newmont Minahasa Raya (NMR) yang melakukan kegiatan penambangan logam di daerah itu. Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2000 ton limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya.

Menurut laporan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), sejumlah ikan yang hidup di perairan Teluk Buyat ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.

Sejumlah laporan penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999 hingga 2004. Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan masyarakat nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak, menghilangnya nener dan beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada masyarakat. Dari laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola penyebaran logam-logam berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), Merkuri (Hg) dan Mangan (Mn), dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut ditemukan di sekitar lokasi pembuangan tailing Newmont. Hal ini mengindikasikan bahwa pembuangan tailing Newmont di Teluk Buyat merupakan sumber pencemaran sejumlah logam berbahaya.

Pada perkembangan selanjutnya, pemerintah akhirnya menyimpulkan bahwa NMR telah mencemari lingkungan di Teluk Buyat. Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Nabiel Makarim, kesimpulan diambil berdasarkan rekomendasi tim khusus yang dibentuk pemerintah untuk melakukan penelitian.

Kabareskrim Polri Komjen Suyitno Landung juga menjelaskan hasil penelitian Laboratorium Forensik Mabes Polri di lapangan yang membuktikan pencemaran di teluk dan muara Sungai Buyat. Pada gurita yang ditangkap di Teluk Buyat terdapat kandungan merkuri sebesar 0,016 ppm, pada ikan kerapu merah 0,0208 ppm, kerapu macan 0,0157 ppm dan napoleon 0,0276 ppm.  Sedangkan air dan sedimen yang diambil tepat di ujung tailing didapati 0,0033 ppm merkuri pada air dan 0,053 ppm pada sedimen. Sedangkan di muara Sungai Buyat ditemukan 0,0033 ppm merkuri pada air. Hasil Penelitian MIPA UI dan Laboratorium Pemeriksaan Dopping dan Kesehatan Masyarakat, Provinsi DKI serta Labfor Polri juga menunjukkan warga Buyat terkontaminasi logam berat merkuri dan arsen.

Akhirnya kepolisian resmi menangkap para eksekutif NMR yang dituduh bertanggungjawab terhadap terjadinya pencemaran Teluk Buyat. Deretan eksekutif NMR yang ditangkap antara lain, Manajer Maintenance dan Produksi Phil Turner, Manajer Eksternal David Sompie, Superintendent Pengolahan Limbah Putra Wijayatri, Superintendent Environment Jerry Kojansow, dan Site Manager William Long.

Namun Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai penahanan tersebut sebagai tindakan yang berlebihan yang bisa berpengaruh pada investasi tambang di Indonesia. Menurut Perhapi, ribuan sarjana pertambangan yang dihasilkan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahunnya akan kesulitan mendapatkan lapangan kerja jika investor tambang semakin takut untuk masuk ke Indonesia.

Menyikapi penahanan kelima eksekutif PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), Perhimpunan Ahli Tambang Indonesia (Perhapi) menilai, penahanan lima karyawan NMR terkait dengan kasus Buyat oleh pihak kepolisian sebagai tindakan yang berlebihan yang bisa berpengaruh pada investasi tambang di Indonesia. Menurut Perhapi, ribuan sarjana pertambangan yang dihasilkan perguruan tinggi di Indonesia setiap tahun akan kesulitan mendapatkan lapangan kerja jika investor tambang semakin takut untuk masuk ke Indonesia.

Menurut Abdul Latief Baky, ketua Perhapi, dengan adanya kasus Buyat, investor tambang akan semakin takut untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, jika tak ada investasi baru lima tahun ke depan, secara otomatis kegiatan penambangan akan terhenti selama lima tahun mendatang. Padahal, masih menurut Latief, hingga saat ini terdapat sekitar 500.000 hingga 600.000 orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertambangan.

Irwandy Arif, dewan pakar Perhapi, menambahkan, bahwa dengan kondisi investasi tambang seperti sekarang ini, sudah terdapat potensi sekitar 1200 sarjana pertambangan yang bakal jadi pengangguran pada tahun 2005, karena setiap tahunnya Indonesia menghasilkan 600 sarjana pertambangan.

Sejak beberapa tahun terakhir, investasi pertambangan Indonesia mengalami stagnasi. Hal itu disebabkan investor mengkhawatirkan ketidakpastian hukum di Indonesia.