16.9.06

petuah sang kapten

Beberapa hari yang lalu, aku dapat 'petuah' dari seorang pelaut, katanya:
"Kelemahan wanita itu ada tiga. Pertama: telinga, kedua: mulut, ketiga: mata. Telinga, karena pada umumnya wanita amat suka digombalin. Walaupun mereka tau itu gombal, tapi mereka sangat suka mendengarnya. Mulut, maksudnya, wanita akan tunduk kalau kebutuhan pokok dan biologis mereka tercukupi. Mata, maksudnya, pada umumnya wanita amat suka belanja, dan ngga tahan kalau ngeliat barang-barang bagus. Jadi kita sebagai laki-laki harus bisa memuaskan nafsu belanja si wanita. Nah, kalau kamu udah menguasai tiga kelemahan wanita ini, dijamin, semua cewek pasti bakal kelepek-kelepek sama kamu."

Hmmm... walau kupikir-pikir ada benernya, tapi entah kenapa aku yakin kalau the girl of my dream kelak ngga akan 'sesederhana' itu ^_^

i thought u were chinese!

Akhirnya, dah tiga kali (sepengetahuanku) aku disangka orang cina selama berada di semenanjung malaya ini. Yg pertama, waktu lagi di dalem bus dari LRT station universiti sampe uni hospital. Bus ini masih pake sistem konvensional (baca: kondektur), dan ketika this chinese lady kondektur bus nyamperin mo nagih, dia 'mumbling' dalam bahasa cina yg aku ngga ngerti. spontan mukaku langsung berkerut2 kebingungan. Ngeliat muka bego-ku, akhirnya si ibu itu ngomong melayu: "turun mana?" "oh, hospital!" jawabku sambil ngasih 1 ringgit selembar. Setelah ngasih kembalian 10 sen dan tiket, si ibu itu berlalu sambil rada gerutu, "cakap lah!" lhaa, gimana mo cakap klo dia nanya pake bahasa 'alien'???

yang kedua, di dalem kelas, selepas kuliah radiobiologi. Khusus untuk kuliah radiobiologi ini, kelasku disatuin sama kelasnya dokter2 program spesialis onkologi (kanker). Seperti biasa, setelah kuliah selesai, aku hendak nge-save slide powerpoint kuliah ke dalam thumbdrive-ku. Ketika aku plug thumbdrive di laptop, this one chinese doctor kaget ketika ngeliat nama thumbdrive-ku di monitor: 'fazilet'. Terus dia nanya, "u're malay?? i thought u were chinese!!" my chinese coursemate setelah denger ucapan dokter tadi ikut heran karena aku disangka cina, "heh, really??" katanya. Dalam perjalanan balik dari kelas, aku nanya sama coursemate-ku itu, apakah aku ini emang mirip orang cina. "hmm, no.. but u look smarter than other malays" hah?! jawaban yang aneh... tp setelah dipikir2 lagi, kok jd rada2 racist sihhh...??

Yang ketiga, ketika aku kenalan dengan dokter bedah malaysian indian yang abis ambil ujian sertifikasi di UM. Sebelumnya kami ngobrol dalem feeder bus (bus ini ga ada kondektur, penumpang tinggal masukin uang pas ke dalem 'celengan' deket supir) menuju LRT station universiti. Setelah turun dari bus, kami pun kenalan sambil bersama2 menuju LRT station. "i'm krish", katanya. "i'm fadil", kataku sambil shake hand. Dia kaget, "that's a malay name??!!" aku yang masih tulalit dan ga nyambung, jawab sambil keheranan, "indonesians and malaysians are similar, u know!" "no no.. i thought u were chinese!" oooh, baru aku tau deh. "u're not the first to say that!" jawabku.

Yang aku ga ngertinya, kenapa ada sebagian orang yang nganggap aku ini melayu, dan ada sebagian lagi nyangka aku cina. Apa mukaku ini bisa berubah-ubah bentuk?? dulu waktu kecil, aku emang kaya cina abis. Kulitku dulu putih, ngga legam ky sekarang, rambut hitam lurus with pony style kayak topi, plus mata yang dilahirkan tanpa kelopak mata, seperti jamaknya ras cina. "Hey A Kiong, sini!" gitu kalo aku dipanggil paman2ku. Tapi sekarang, kulit dah gosong ky gini pun, masih dianggap cina juga. One time, ketika aku abis daftar ulang masuk ITB, senior2 dari berbagai himpunan mahasiswa dan unit2 kegiatan mahasiswa dah berkerumun di luar GSG (Gedung Serba Guna) untuk narik-narikin para mahasiswa baru. Waktu aku keluar gedung, disamperin sama beberapa orang senior, cina, dari sebuah organisasi mahasiswa kristen. dia nanya, "kamu kristen?" sontak aku bingung, halahh, knapa gw disangka kristen gini?? "oh, bukan, bukan!" jawabku sambil berlalu. Akhirnya setelah itu kang Egi Fonwera, seniorku nyamperin sambil membawaku duduk2 di stand MAIFI (Keluarga Mahasiswa Islam Fisika). Dari kejauhan, abangku yang ngeliat peristiwa tadi ngomong ke nyokap di sebelahnya, "tuh kan Ndo, si Ano disangka cina!"

Dalam keluarga besarku, emang ada beberapa orang yang mirip cina. Ibuku juga. dulu sebelum pake jilbab, setiap pergi belanja ke Mangga Dua atau Glodok, pedagang2 di sana selalu menyebut beliau dgn panggilan cina: cik. "cik cik, liat liat dulu, mari!" ceracau mereka setiap ibuku melewati deretan toko2 mereka. Lalu ada beberapa orang paman (adik nyokap) dan seorang paman (adik bokap) yang juga mirip cina. Bahkan ada adik sepupuku, perempuan, anaknya pamanku yang mirip cina, mukanya bener2 cina abis. Dari lahir pun. mukanya dah kaya cina, sampe nyokap nyebut dia amoy. Sekarang umur dia dah 14 tahun, dan sebutan amoy itu masih kekal sampe sekarang, hehehe.

Hmm, mungkin kalau ditelusuri, memang ada orang cina dalam silsilah keluargaku. Aiyyaa!

5.9.06

Wortel...!

Pasti tidak ada yang tidak tau dengan sayur jenis umbi berwarna jingga di samping ini. Para orang tua pun selalu menasihati anak-anaknya selagi kecil untuk banyak-banyak memakan sayur ini karena mengandung carotene yang merupakan dimer dari retinol atau vitamin A, yang dapat menyehatkan mata.

Tapi taukah teman-teman, kalau nama 'wortel' yang melekat pada sayur ini, sebenarnya datang dari bahasa mantan penjajah kita: Belanda. Karena selama ini kupikir wortel adalah bahasa asli Indonesia atau melayu. Nah, setibanya saya di semenanjung melayu ini, ternyata orang-orang melayu tidak menyebutnya wortel, melainkan 'lobak' atau 'lobak merah' (padahal jingga).

Bahkan di Belanda sendiri ada sebuah jaringan kafe terkenal bernama Willie Wortel, sebuah kafe yang menyediakan cannabis, hashish, dan jenis-jenis 'soft drugs' lainnya.... (lah, kok kaga nyambung??)

Willie Wortel juga adalah nama Belanda untuk Lang Ling Lung alias Gyro Gearloose, sebuah karakter penemu brilian yang baik hati di komik Donal Bebek (ini jg kynya ga nyambung, emang Lang Ling Lung suka makan wortel ya...?).

4.9.06

.....................

너무 보고 싶었어요...

사랑해요!

1.9.06

Mode: Patriotic

Kemarin (31/8) hari kemerdekaan Malaysia. Kalau mau membandingkan, suasananya agak berbeda dgn peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Di sini, begitu pergantian hari jam 12 malam, diluncurkan banyak kembang api di kawasan sekitar KLCC , setelah sebelumnya orang-orang countdown. Dipikir-pikir, koq ngga relevan bgt ya... emangnya taun baruan. Pagi harinya, acara kemerdekaan nasional dipusatkan di Kuching, Sarawak. Pas liat di tv, acaranya diisi dgn parade, lagu2 nasional, dan speech dari PM dan pejabat2 penting lainnya.

Kalau liat di kawasan2 pemukiman penduduk, juga tak didapatkan aneka perlombaan seperti yang biasa kita jumpai di Indonesia. Ngga ada lomba makan kerupuk, panjat pinang dgn orang2 yang belepotan oli, balap karung, pertandingan sepakbola bapak2 pake daster istrinya lengkap dgn make-up yang norak2.. semua itu ngga akan bisa ditemui di sini. Garink ya...?

Dari sisi historis, deklarasi kemerdekaan Malaysia memang berbeda dgn proklamasi kemerdekaan Indonesia. Malaysia mendeklarasikan kemerdekaan pada 31 Agustus 1957 dipimpin Tunku Abdurrahman setelah sebelumnya dicapai suatu kesepakatan kemerdekaan dgn penjajah kolonial Inggris di London, tentunya dgn beberapa syarat seperti, negara Malaya harus menerima keberadaan kaum cina dan india disamping kaum melayu yang mayoritas. Terkesan sangat kompromistis kan? Sedangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia sangat berbau underground dan ilegal, setelah para pemuda mendesak dwitunggal Soekarno-Hatta untuk memproklamirkan kemerdekan, setelah mengetahui kekalahan pasukan Jepang oleh allied forces dalam Perang Dunia II. Itulah sebabnya pemerintah Belanda hanya mengakui kemerdekaan Indonesia setelah perundingan dalam Konferensi Meja Bundar 1949, meskipun baru2 ini pemerintah Belanda sudahpun mengakui bahwa 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan Indonesia yang sah.

Ada hal yang menurutku aneh bin ajaib ketika melihat acara tv dalam rangka hari merdeka Malaysia. Ada sebuah stasiun TV swasta, yang mengadakan semacam program bincang-bincang dalam bahasa Inggris, namun pembawa acara mengenakan pakaian nasional yaitu teluk belanga. anehnya adalah, mereka merayakan kemerdekaan, tetapi berkomunikasi dalam bahasa sebuah bangsa yang pernah menjajahnya. Terlepas bahwa bahasa Inggris adalah bahasa kedua mereka (walaupun tidak resmi), tapi tetap aja menurutku aneh ketika mereka tetap menggunakan bahasa penjajah mereka dalam merayakan kemerdekaan.

Satu hal lagi yang berbeda, ketika menyimak lirik lagu kebangsaan Malaysia. Kesan pertama mendengarnya, begitu singkat, dan tidak berkesan heroik. Berbeda dgn lirik lagu Indonesia Raya, yang mengesankan heroisme para pejuang kemerdekaan, dan dilihat dari sisi historisnya, lagu itu pun telah eksis 17 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan, yang telah dinyanyikan para pemuda pergerakan dalam Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928, sebagai bentuk pemberontakan mereka terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

Wah wah... kesannya koq kaya ashabiyah begini ya... hehehe... tapi satu hal yang pasti, terlepas dari segala masalah yang tak henti-henti mendera bangsa Indonesia, aku tetap mencintai tanah airku, tanah kelahiranku!