1.9.06

Mode: Patriotic

Kemarin (31/8) hari kemerdekaan Malaysia. Kalau mau membandingkan, suasananya agak berbeda dgn peringatan hari kemerdekaan Indonesia. Di sini, begitu pergantian hari jam 12 malam, diluncurkan banyak kembang api di kawasan sekitar KLCC , setelah sebelumnya orang-orang countdown. Dipikir-pikir, koq ngga relevan bgt ya... emangnya taun baruan. Pagi harinya, acara kemerdekaan nasional dipusatkan di Kuching, Sarawak. Pas liat di tv, acaranya diisi dgn parade, lagu2 nasional, dan speech dari PM dan pejabat2 penting lainnya.

Kalau liat di kawasan2 pemukiman penduduk, juga tak didapatkan aneka perlombaan seperti yang biasa kita jumpai di Indonesia. Ngga ada lomba makan kerupuk, panjat pinang dgn orang2 yang belepotan oli, balap karung, pertandingan sepakbola bapak2 pake daster istrinya lengkap dgn make-up yang norak2.. semua itu ngga akan bisa ditemui di sini. Garink ya...?

Dari sisi historis, deklarasi kemerdekaan Malaysia memang berbeda dgn proklamasi kemerdekaan Indonesia. Malaysia mendeklarasikan kemerdekaan pada 31 Agustus 1957 dipimpin Tunku Abdurrahman setelah sebelumnya dicapai suatu kesepakatan kemerdekaan dgn penjajah kolonial Inggris di London, tentunya dgn beberapa syarat seperti, negara Malaya harus menerima keberadaan kaum cina dan india disamping kaum melayu yang mayoritas. Terkesan sangat kompromistis kan? Sedangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia sangat berbau underground dan ilegal, setelah para pemuda mendesak dwitunggal Soekarno-Hatta untuk memproklamirkan kemerdekan, setelah mengetahui kekalahan pasukan Jepang oleh allied forces dalam Perang Dunia II. Itulah sebabnya pemerintah Belanda hanya mengakui kemerdekaan Indonesia setelah perundingan dalam Konferensi Meja Bundar 1949, meskipun baru2 ini pemerintah Belanda sudahpun mengakui bahwa 17 Agustus 1945 adalah kemerdekaan Indonesia yang sah.

Ada hal yang menurutku aneh bin ajaib ketika melihat acara tv dalam rangka hari merdeka Malaysia. Ada sebuah stasiun TV swasta, yang mengadakan semacam program bincang-bincang dalam bahasa Inggris, namun pembawa acara mengenakan pakaian nasional yaitu teluk belanga. anehnya adalah, mereka merayakan kemerdekaan, tetapi berkomunikasi dalam bahasa sebuah bangsa yang pernah menjajahnya. Terlepas bahwa bahasa Inggris adalah bahasa kedua mereka (walaupun tidak resmi), tapi tetap aja menurutku aneh ketika mereka tetap menggunakan bahasa penjajah mereka dalam merayakan kemerdekaan.

Satu hal lagi yang berbeda, ketika menyimak lirik lagu kebangsaan Malaysia. Kesan pertama mendengarnya, begitu singkat, dan tidak berkesan heroik. Berbeda dgn lirik lagu Indonesia Raya, yang mengesankan heroisme para pejuang kemerdekaan, dan dilihat dari sisi historisnya, lagu itu pun telah eksis 17 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan, yang telah dinyanyikan para pemuda pergerakan dalam Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928, sebagai bentuk pemberontakan mereka terhadap pemerintahan kolonial Belanda.

Wah wah... kesannya koq kaya ashabiyah begini ya... hehehe... tapi satu hal yang pasti, terlepas dari segala masalah yang tak henti-henti mendera bangsa Indonesia, aku tetap mencintai tanah airku, tanah kelahiranku!

1 comment:

Son of Energy said...

Merdeka!Merdeka! Merdeka! Nyaring suara dilantarkan di stadium merdeka KL 49 tahun lalu. Penjajahan yang kejam telah berlalu,bagaikan cerah selepas ribut taufan! Namun begitu, 49 tahun kemerdekaan, tiada perubahan yang obviously dari segi isi hati. Masalah2 yang menimbul kian menjelajah, sehingga menteri lupa memesan rakyat mengibar jalur gemilang pada bulan kemerdekaan tahun ini. Sistem pendidikan yang berbentuk suap-makan, mana datangnya tunggak negara akan datang. Yang dipupuk hanya pentingkan diri, sehingga lupa identiti sendiri serta tanggungjawab kepada masyarakat. Itulah serba sedikit perasaan ku dalam harijadi tanahairku. Betapa riang percuk api di langit KLCC, betapa banyaknya jalur gemilang di hadapan bangunan; hati kemerdekaan tetap sama, tetap pedam dalam hati.