29.12.04

Layu Sebelum Berkembang

Ahad pagi kemarin, air mata mengalir deras di Sri Lanka, India, Malaysia, Thailand, Maldives, Somalia, dan... Indonesia. Lebih dari 20 ribu jiwa telah pergi. Sangat banyak diantaranya adalah anak-anak, calon generasi penerus. Tak terbayangkan perasaan seorang mahasiswi UGM asal Banda Aceh -tempat dengan jumlah korban terbanyak- yang tak dapat mengetahui kondisi keluarganya, karena jaringan telepon yang terputus. Terlalu menyedihkan, terlalu memilukan untuk dikatakan. Tuhan telah menentukan datangnya bencana ini sebagai kebijaksanaanNya. Yang dapat kita lakukan hanyalah sujud tunduk padaNya.

Ya Tuhan, kami sadar dosa-dosa kami tak dapat terkatakan lagi, bahkan melebihi dahsyatnya tsunami yang Kau kirimkan...
Ya Rabbul 'Izzati, dengan keperkasaanMu, kuncup-kuncup harapan kami telah terhempas, terhanyut, layu sebelum berkembang...
Ya Ghaffar, kami tunduk dengan segala ketetapanmu... maka dengan kasih sayangMu, ampunilah dosa-dosa kami...

...and to be firm and patient, in pain (or suffering) and adversity, and throughout all periods of panic. Such are the people of truth, the God-fearing. (Al Baqarah: 177)

27.12.04

i'm fadil the sailorman... tut tut!

tadi abis nonton finding nemo (yang kedua kali). it was still so entertaining, so deep...
pas closing creditnya, ada lagu beyond the sea yang dinyanyiin robbie williams dengan warna rada-rada jazzy (which is my fave);

somewhere beyond the sea
somewhere waiting for me
my lover stands on golden sands
and watches the ships that go sailing

somewhere beyond the sea
she's there watching for me
and if i could fly
like birds on high
then straight to her arms
i go sailing

it's far beyond the stars
it's near beyond the moon
i know beyond the doubt
my heart will lead me there soon

we'll meet beyond the shore
we'll kiss just as before
happy we'll be beyond the sea
and never again i'll go sailing

it's far beyond the stars
it's near beyond the moon
i know, yes, i know beyond the doubt
my heart will lead me there soon

we'll meet, i know we'll meet beyond the shore
we'll kiss just as before
and happy we'll be beyond the sea
and never again i'll go sailing

and never again i'll go sailing

and never again i'll go sai-ai-ailing yeah

life is like sailing across the ocean... till you meet the one, would you stop sailing, or would you continue sailing together...?

26.12.04

fehlen

Gott, sie ist... so ein liebreizendes maedchen!

25.12.04

if it makes you happy... :)

21.12.04

rubber time :D

Guys, masih inget ngga pelajaran bahasa Indonesia yang udah kita tekunin dari SD sampe kuliah? Bahasa kita ini tidak mengenal pola waktu seperti halnya bahasa Inggris. Kalimat: 'saya makan' dalam bahasa Indonesia dapat menunjukkan waktu kapan saja. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kalimat: i eat; i ate; i have eaten, menunjukkan dimensi waktu yang berbeda-beda.

Bahasa menunjukkan budaya. Menurut seorang pakar linguistik, tidaklah mengherankan kalau bangsa melayu, khususnya Indonesia, memiliki budaya 'ngaret'.

Old English Prayer

take time to be friendly...
it is the road to happiness

take time to dream...
it is hitching your wagon to a star

take time to love and to be loved...
it is the privilege of the gods

take time to look around...
it is too short a day to be selfish

take time to laugh...
it is the music of the soul

life is too precious to be wasted!

19.12.04

the way i felt...

who can say where the road goes
where the day flows,
only time
and who can say if your love grows
as your heart shows,
only time
who can say why your heart sighs
as your love flies,
only time
and who can say why your heart cries
when your love lies,
only time
who can say when the roads meet
that love might be,
in your heart
and who can say when the days sleeps
if the night keeps, all your heart
night keeps, all your heart
who can say if your love grows
as your heart shows
only time
and who can say where the road blows
where the day flows
only time
who knows, only time..
who knows, only time
(Enya - Only Time)

Untuk Seorang Kawan...

SMS pagi ini ditutup dengan kata-kata indah dari seorang kawan; ...gw mulai nikmatin ngajar fad,mdh2an gw bisa jdi pendi2k yg baik&org ygberguna...

Di tengah carut-marutnya dunia pendidikan di negeri ini, apa lagi yang dapat diharapkan selain jiwa-jiwa pendidik yang tulus...

Untuk itu, beribu salut kuhaturkan untukmu kawan!

Hanya Sekedar Gengsi!

Bangsa kita memang lebih senang dengan hal-hal yang berbau prestige daripada hal-hal lain yang bermanfaat. Kita boleh saja berbangga diri dengan putra-putri terbaik kita yang kerapkali menjuarai IPHO, APHO, olimpiade komputer, atau yang baru-baru ini diselenggarakan di Jakarta, IJSO (International Junior Science Olympiad). Kita juga dapat saja 'mencemooh' negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Singapura, atau bahkan negara-negara maju di Eropa sana yang sering kali gagal di ajang-ajang tersebut. Putra-putri terbaik itu tentu telah melalui tahap seleksi yang ketat dari sekolah-sekolah sampai akhirnya dikarantina di suatu tempat dan dilatih keras berjam-jam sehari dengan soal-soal dan rumus-rumus yang njlimet, dan tentu saja memakan biaya yang tidak sedikit.

Lalu apa yang terjadi setelah semua ini? Setelah mereka tersenyum bangga memamerkan medali emasnya, beramah-tamah dengan presiden dan pejabat-pejabat negara, diundang mengisi acara-acara talkshow di televisi... Akhirnya mereka pun direkrut oleh universitas-universitas top dunia seperti MIT, Nanyang, NUS, dan mereka dengan senang hati menerimanya. Setelah mereka lulus, lalu bekerja di perusahaan hi-tech bonafid di negara tempat mereka kuliah yang membiayai pendidikan mereka.

Praktis, tidak ada manfaat yang signifikan bagi bangsa ini, tanah air putra-putri terbaik itu, yang dapat dikontribusikan dari prestasi mereka. Yang diperoleh hanyalah prestige, gengsi, yang mungkin itu sudah cukup bagi segelintir orang di negeri ini. Prestasi mereka mungkin hanyalah setetes air di tengah gurun. Setetes air tentu tidak mampu menghijaukan seluruh gurun. Prestasi mereka tetap saja tidak mampu mengangkat mutu pendidikan negeri ini. Di saat para orang tua kesulitan mendaftarkan anaknya sekolah karena uang pangkal yang mahal, gedung sekolah yang reot dan sering ambruk di desa-desa, bahkan di kota besar seperti Jakarta. Prestasi mereka juga tidak mampu menyemarakkan riset-riset sains dan teknologi di negeri ini.

Para orang-orang besar di atas rupanya lebih suka menyalurkan dana untuk pelatihan dan karantina para atlit olimpiade sains daripada menyuntikkan dana riset di universitas-universitas dan lembaga-lembaga riset dan IPTEK. Salah seorang dosen saya pun mengeluh karena pelitnya pemerintah mengeluarkan dana untuk riset, bahkan ada yang menerima tawaran untuk riset di negeri jiran. Dan salah seorang profesor emeritus di departemen saya juga menyangsikan manfaat event seperti olimpiade sains itu. "Yang penting itu dana riset!", ujarnya.

Kalau dipikir-pikir, bukan hal yang luar biasa jika Indonesia kerap menjuarai ajang-ajang seperti itu. Medali emas hanya didominasi oleh segelintir negara dengan jumlah penduduk yang sangat banyak seperti RRC, India, dan Indonesia. Masak sih dari 220 juta orang kagak ade nyang jago???

14.12.04

Bandung... oh Bandung (II)

Aku ngga tau pastinya, yang jelas, aku sering banget berkhayal, berimajinasi, jika aku menjadi walikota. Waktu masih menetap dan sekolah di bogor, aku selalu berkhayal tentang apa saja yang harus kulakukan sebagai walikota. Begitu pun ketika aku sudah kuliah di bandung.

Dalam lamunanku, biasanya sesaat sebelum tidur, aku memimpikan kota bandung dengan pedestrian yang lebar dan tertata rapi, bebas dari pedagang kakilima. Sehingga pada pagi hari terlihat para warga kota, dari anak-anak sekolah, mahasiswa, guru, dosen, PNS, karyawan dengan dinamisnya hilir mudik dengan aman dan nyaman di atas pedestrian menuju tempat tujuan masing-masing. Bagaimana dengan nasib para PKL? Tenang saja... aku juga berkhayal akan merelokasikan para PKL di suatu lokasi tertentu yang strategis. Sehingga warga kota dengan nyaman dapat berbelanja tanpa takut terserempet angkot atau becak. Tentu saja kebersihan merupakan hal yang mutlak, hingga tak ada lagi seekor lalat pun yang terlihat beterbangan. Bagaimana dengan warung-warung tenda pinggir jalan seperti di simpang dago yang sering dikunjungi para mahasiswa pada waktu malam? Pernah lihat kawasan champ elysee di paris yang terkenal dengan kafe-kafe pinggir jalannya? yaa mungkin ngga akan secantik itu, tetapi ide bagus juga jika warung-warung tenda tersebut diatur dengan konsep seperti itu. Waah, selain mempercantik kota, akan lebih nyaman bagi kita untuk makan malam di tempat semacam itu. Lalu di waktu malam, sudut kota akan semakin dipercantik dengan jejeran lampu-lampu jalan yang bersinar dengan benderangnya.

Aku juga memimpikan untuk membangun semacam subway atau kereta bawah tanah sebagai sarana transportasi kota yang aman, nyaman, cepat, dan massive. Coba bayangkan jika seluruh penjuru kota bandung, misalnya dari cimahi sampai jatinangor, dari setiabudi sampai kopo, terbentang rel-rel kereta bawah tanah dengan misalnya, alun-alun sebagai intersection-nya. Warga kota pun dapat dengan mudah menuju pusat-pusat keramaian kota tanpa harus terjebak kemacetan, ataupun jengkel menunggu angkot yang tak bosan-bosannya ngetem, ataupun terbatuk-batuk menghirup asap rokok dalam angkot yang berdesak-desakan. Bayangkan suasana stasiun subway yang nyaman dan bebas dari pencopet dan tukang palak, tiket yang dapat dengan mudah dibeli melalui mesin otomatis, menunggu kereta yang datang tiap lima menit, suasana dalam kereta -yang walaupun kita harus berdiri karena ramainya- tetap dapat tersenyum karena menikmati hawa sejuk dari pendingin udara. "Pemberhentian berikutnya, ITB... next destination, ITB" terdengar suara seorang wanita dari loudspeaker untuk menginformasikan para penumpang akan pemberhentian selanjutnya.

Aku percaya, mimpiku ini bukan sekedar utopia. Dan insya Allah, aku pun yakin, suatu saat nanti akan tiba seseorang yang akan memimpin bandung dengan hati... dan ia mengerti benar akan konsep dalam islam: sayyiduhum qaumi, khadimuhum - pemimpin suatu kaum adalah pelayan bagi kaum itu.

The Thinker



"What makes my Thinker think is that he thinks not only with the brain, with his knitted brow, his destended nostrils, and compressed lips, but with every muscle of his arms, back, and legs, with his clenched fist and gripping toes."

- Auguste Rodin

The Thinker is considered to be one of Auguste Rodin's greatest pieces. It was originally created as part of Rodin's larger bronze piece "The Gates of Hell" in 1880, an ornamental door for a proposed Palace of Decorative Arts. A copy of The Gates of Hell can be found on the Stanford campus.
The original thinker didn't have very much volume, it was actually quite small, although in more recent years, there have been many different copies made of different sizes and materials. The original was made of bronze along with the rest of "The Gates of Hell" so that even by itself, "The Thinker" had quite a lot of mass. The texture is pretty smooth, although there are many bumps, because when Rodin made this sculpture he was trying to show the clenched muscles of his body as he thought. The color on "The Thinker" is all the same, a dark sort of shiny coppery color, the color of weathered bronze. The lines of "The Thinker" are all very rounded and there is a lot of repetition in the movement of the way he is somewhat hunched over in the process of concentration.

sebel!

Apa yang anda lakukan jika kebetulan mengenal seseorang yang melakukan aktivitas yang sama di laboratorium anda, kerapkali nge-lock komputer lab dengan alasan sedang nge-run program dan meninggalkannya seharian sehingga orang lain tidak dapat menggunakan komputer itu?

Well, kebetulan saya mengenal orang itu... dan sekarang saya merasa sangat JENGKEL!!! Pasalnya, bukan kali ini aja dia melakukan hal itu, tapi sudah berkali-kali, dengan alasan yang bermacam-macam... ya nge-run program lah, lagi download lah... yang saya tak habis pikir, mengapa harus mengunci komputer dengan password segala sihhh??? Apakah di ngira semua orang lab jahat-jahat dan berniat mengacaukan pekerjaan dia?? Atau memang dia seorang yang egois dan tak bertanggung jawab?? I'm tellin' ya kiddo, elu gak akan bisa berhasil bermasyarakat if you have behavior like this!

Nah, sekarang... apakah anda bisa kasih saran, apa yang mesti saya lakukan:
1. Sepak tuh anak sampe timbuktu...
2. Smack 'em right in his pesek nose...
3. Laporin ke dosen...

Fiuhh, whatta a relief! :)

please don't take it too serious, cuma ekspresi kejengkelan...


3.12.04

Pikirkan

Banyak melansit dari jaga
Banyak pelaso indok papa
Tak berduit hidup celako
Tak bermalu meminta-minta

Kiranya terasa hidup perit
Usah segan nak bergarit
Meredah paya daki bukit
Di laut di darat ada duit

Jodoh ada pemberian Tuhan
Razki jua dah diserakkan
Tanah terbaris tak terelakkan
Ikhtiar saja ada di tangan

Kiranya ada dalam dompet
Baik omeh atau ringgit
Bawalah selalu biar sikit
Untuk derma buek mosojid

Alif Mokhter Alhaj - 11 November 1992
SLB Negeri Sembilan

Bandung... oh Bandung!

Pekan ini adalah hari-hariku tanpa pendamping tersayang... vespaku. Yup, Ahad kemarin aku menitipkan vespaku kepada seorang paman di Antapani untuk direparasi dan dicat ulang. Beliau punya kenalan montir vespa, jadi mudah-mudahan aku boleh dikasi harga miring. Emang udah pantes si, melihat kondisi vespa yang nyaris babak belur tak terawat... bungkus jok yang sobek hingga air hujan dapat merembes sampai ke busanya, alas jok yang patah, bodi yang penyok dan penuh baret-baret, komponen mesin yang diselimuti debu tebal.... dan beberapa hari lagi aku akan mendapati kembali 'kekasihku' itu (hopefully) dengan wajah cantiknya, bodi putih mulusnya, dan siap mengantarku kemana pun (asal ngga ke bogor, nyokap bisa marah-marah).

Kembali ke hari-hariku sekarang, aku memutuskan untuk lebih sering jalan kaki menuju kampus dari tempat kost-ku di Tubagus Ismail. Hemat ongkos dan itung-itung ngurusin tubuh, hehe. Biasanya pagi-pagi sejam sebelum kuliah, aku berjalan menyusuri jalan raya tubagus ismail. Sebelum pemilu, kondisi aspal jalan sangat buruk (klo orang malaysia bilang: alahmak, teruk sangat ler jalan ni!). Lubang di mana-mana. Apalagi dalam kondisi hujan. Tak pelak sering terjadi kemacetan karena kendaraan terpaksa berjalan pelan untuk menghindari lubang. Setelah pemilu, secara bertahap jalan diaspal ulang, dan sekarang kondisinya sudah sangat mulus. Sebagai pengendara motor, tentu aku senang karena tak perlu terganggu lagi oleh lubang-lubang (vespaku 3 kali semaput gara-gara menghantam lubang). Namun, pekan ini statusku adalah pejalan kaki. Dan akhir-akhir ini aku benar-benar jengkel!!!

Coba anda renungkan... kalau dipikir-pikir, pejalan kaki di kota Bandung (yang ngakunya) Bermartabat ini benar-benar tidak diperlakukan sebagai manusia. Apakah anda pernah melihat trotoar yang representatif untuk keamanan dan kenyamanan pejalan kaki? Nyaris nihil! Memang ada trotoar yang lebar di beberapa lokasi di pusat kota (alun-alun, pasar baru), tapi lihatlah, para pedagang kaki lima telah menguasainya. Otomatis pejalan kaki berjalan di bahu jalan dengan risiko terserempet becak, kecipratan genangan air, atau paling tidak diklakson oleh mobil yang merasa terhalangi jalannya.

Begitu pula kondisi trotoar di simpang dago dan tubagus ismail yang sangat ramai oleh pejalan kaki. Di simpang dago, trotoar, bahkan bahu jalan, telah beralih fungsi menjadi pasar tradisional. Ditambah lagi angkot-angkot yang ngetem sehingga space jalan semakin sempit. Jalan tubagus ismail, trotoar hanya ada sampai beberapa ratus meter dari persimpangan. Itu pun dengan kondisi yang nyaris hancur sehingga seringkali becek ketika turun hujan. Sisanya, jalan tanah! Aku pun harus mengangkat celana ke atas tumit agar tidak terkena cipratan air dan lumpur. Space yang sempit antara rumah-rumah dan bahu jalan juga mengakibatkan risiko terserempet kendaraan. Waktu malam, lebih parah lagi! Bayangkan, apakah layak disebut kota kalau lokasi perumahan yang cukup ramai tidak dilengkapi penerang jalan yang memadai? Ketika pulang malam menyusuri tubagus ismail, aku lebih sering melihat ke bawah untuk menghindari genangan air ketimbang melihat ke depan, karena gelapnya.

Overall, kini bandung memang tidak layak disebut kota yang nyaman, apalagi Bermartabat, jika kita melihat kondisi infrastruktur kota yang sangat menyedihkan.

Sampai kapan para pejalan kaki mempertaruhkan risiko terserempet mobil sampai kecipratan lumpur?
Sampai kapan para PKL harus berjualan di tempat yang seharusnya jadi hak para pejalan kaki?
Sampai kapan penduduk kota, anak-anak sampai mahasiswa harus tinggal dalam gang-gang sempit serta rumah-rumah yang berdempet-dempetan tidak keruan?
Sampai kapan kita harus menggunakan angkot yang berhenti seenaknya di jalan, atau menghadapi ulah supir yang selalu memadat-madatkan penumpang hingga berdesak-desakan?

Apakah sampai terjadi Bandung Lautan Api jilid II???

halo-halo bandung
ibukota periangan
halo-halo bandung
kota kenang-kenangan

sudah lama beta
tidak berjumpa dengan kau
sekarang telah menjadi lautan api
mari bung rebut kembali
(halo-halo bandung - ismail marzuki, 1948)