14.12.04

Bandung... oh Bandung (II)

Aku ngga tau pastinya, yang jelas, aku sering banget berkhayal, berimajinasi, jika aku menjadi walikota. Waktu masih menetap dan sekolah di bogor, aku selalu berkhayal tentang apa saja yang harus kulakukan sebagai walikota. Begitu pun ketika aku sudah kuliah di bandung.

Dalam lamunanku, biasanya sesaat sebelum tidur, aku memimpikan kota bandung dengan pedestrian yang lebar dan tertata rapi, bebas dari pedagang kakilima. Sehingga pada pagi hari terlihat para warga kota, dari anak-anak sekolah, mahasiswa, guru, dosen, PNS, karyawan dengan dinamisnya hilir mudik dengan aman dan nyaman di atas pedestrian menuju tempat tujuan masing-masing. Bagaimana dengan nasib para PKL? Tenang saja... aku juga berkhayal akan merelokasikan para PKL di suatu lokasi tertentu yang strategis. Sehingga warga kota dengan nyaman dapat berbelanja tanpa takut terserempet angkot atau becak. Tentu saja kebersihan merupakan hal yang mutlak, hingga tak ada lagi seekor lalat pun yang terlihat beterbangan. Bagaimana dengan warung-warung tenda pinggir jalan seperti di simpang dago yang sering dikunjungi para mahasiswa pada waktu malam? Pernah lihat kawasan champ elysee di paris yang terkenal dengan kafe-kafe pinggir jalannya? yaa mungkin ngga akan secantik itu, tetapi ide bagus juga jika warung-warung tenda tersebut diatur dengan konsep seperti itu. Waah, selain mempercantik kota, akan lebih nyaman bagi kita untuk makan malam di tempat semacam itu. Lalu di waktu malam, sudut kota akan semakin dipercantik dengan jejeran lampu-lampu jalan yang bersinar dengan benderangnya.

Aku juga memimpikan untuk membangun semacam subway atau kereta bawah tanah sebagai sarana transportasi kota yang aman, nyaman, cepat, dan massive. Coba bayangkan jika seluruh penjuru kota bandung, misalnya dari cimahi sampai jatinangor, dari setiabudi sampai kopo, terbentang rel-rel kereta bawah tanah dengan misalnya, alun-alun sebagai intersection-nya. Warga kota pun dapat dengan mudah menuju pusat-pusat keramaian kota tanpa harus terjebak kemacetan, ataupun jengkel menunggu angkot yang tak bosan-bosannya ngetem, ataupun terbatuk-batuk menghirup asap rokok dalam angkot yang berdesak-desakan. Bayangkan suasana stasiun subway yang nyaman dan bebas dari pencopet dan tukang palak, tiket yang dapat dengan mudah dibeli melalui mesin otomatis, menunggu kereta yang datang tiap lima menit, suasana dalam kereta -yang walaupun kita harus berdiri karena ramainya- tetap dapat tersenyum karena menikmati hawa sejuk dari pendingin udara. "Pemberhentian berikutnya, ITB... next destination, ITB" terdengar suara seorang wanita dari loudspeaker untuk menginformasikan para penumpang akan pemberhentian selanjutnya.

Aku percaya, mimpiku ini bukan sekedar utopia. Dan insya Allah, aku pun yakin, suatu saat nanti akan tiba seseorang yang akan memimpin bandung dengan hati... dan ia mengerti benar akan konsep dalam islam: sayyiduhum qaumi, khadimuhum - pemimpin suatu kaum adalah pelayan bagi kaum itu.

No comments: